KILASAN PENULISAN & PEMBUKUAN
SUNNAH
Dimasa
rasululloh SAW masih hidup, hadist belum dibukukan seperti AL-Qur’an, hal ini
disebabkan 2 faktor, yaitu :
1. Kuatnya
hapalan para sahabat & kecerdasan akal mereka, disamping tidak lengkapnya
alat² tulis pada zaman itu.
2. Larangan dari
rasululloh SAW, “ janganlah kamu menulis sesuatu yang kamu terima dariku,
selain Al-Qur’an, barang siapa yang telah menulis sesuatu selain Al-Qur’an
hendaklah dihapus. “ (HR. Muslim)
Adanya Nabi memberikan larnagan seperti itu mengandung
3 pengertian :
·
Adanya sebuah kekhawatiran akan
tercampurnya antara hadist dengan Al-Qur’an, atau
·
Kekhawatiran Nabi bahwa dengan
penulisan hadist itu akan membuat mereka lalai terhadap Al-Qur’an, atau
·
Larangan itu ditujukan kepada orang²
yang dipercaya kekuatan hafalannya.
Tapi bagi mereka yang tidak lagi
dikhawatirkan bahwa sunnah/hadist dapat tercampur
aduk dengan
Al-Qur’an, seperti mereka yang pandai baca tulis atau karena mereka takut lupa
akan penulisan hadist maka penulisan hadist/sunnah itu diperbolehkan.
Tidak berselang lama setelah
Rasululloh berpulang kehadirat Allah, para penulis hadist dari kalangan sahabat
maupun tabiin bermunculan. Pada masa kekhalifaan Uman bin Khatab r.a muncul
usulan dari Umar untuk membukukan hadist, beliau mengumpulkanp ara sahabat
lainnya dan mereka sepakat untuk membukukan hadist. Namun, rupanya Allah belum
menghendaki hal tersebut, khalifah Umar bin Khatab r.a berpulang kehadirat
Allah sebelum bisa memenuhi keinginannya tersebut.
Pembukuan hadist baru bisa
terlaksana setelah kekhalifaan Umar bin Abdul Azis (tahun 99 H). Beliau
menginstruksikan pembukuan hadist pada 2 orang yaitu :
-
Abu Bakar bin Muhammad bin Amer bin
Hazm, dia adalah seorang ahli fiqih dari kalangan tabi’in yang diangkat oleh
Umar bin Abdul Azis sebagai gubernur dan godi (juru hukum) di Madinah, dan
wafat pada 120 H.
-
Imam Muhammad bin Muslim bin Shihab
Az-Zuhri, dia adalah ulama terkemuka di Hijaz dan Syam, dan wafat pada 124 H.
Setelah generasi Abu Bakar Ibnu Hazm &
Az-Zuhri berlalu muncullah generasi
berikutnya yang
berlomba-lomba membukukan hadist. Namun pada masa ini, pembukuan hadist masih
campur aduk antara hadist dengan pendapat sahabata dan fatwa tabi’in. Sayangnya
karya² zaman itu hanya karya Imam Malik “ Muwattho “ yang kita jumpai,
sedangkan yang lain masih berupa manuskrip yang bertebaran di berbagai
perpustakaan, itu pun di perpustakaan barat akibat adanya perang salib yang
menimpa negeri Islam pada masa itu.
Zaman keemasan pembukuan hadist
yaitu pada tahun 200-300 H, pada masa ini hanya pembukuan hadist rasulullah
saja bahakan ada yang menghimpun kitab musnad & sebagian penyusun hadist yang dalam susunannya
mengklasifikasikan sahabt menurut kronologi keislamannya (masuk Islamnya), ulama
terbaik yang menyususn kitab ini adalah Ahmad bin Hanbal
Pengarang lainnya yang mengikuti system
Musnad ini mengklasifikasikan sahabat berdasarkan abjad nama. Mereka memulai
dengan sahabat yang inisial namanya dimulai huruf alif & seterusnya. Ulama
terbaik yang menyusun berdasarkan cara ini ialah Imam Abdul Qasim at-Tabrani
(wafat 260 H) dalam kitabnya Al-Mujamul Kabir.
Disamping itu ada juga ulama yang
menyusun kitabnya menurut sistematika bab fikih, dsb. Ia memulai penyusunannya
dengan kitab sholat, zakat, puasa, haji lalu bab gadaian dst.
Para penulis dengan system fikih ini
pun, diantaranya ada yang :
-
Membatasi kitab²nya dengan hanya
membuat hadist shohih semata, seperti Imam Bukhori dan Muslim
-
Tidak membatasi kitabnya, bukan hanya
hadist shohih saja tapi juga Hasan, bahkan da’if sekalipun. Terkadang mereka
menerangkan pula nilai² hadist yang dimuatnya, dan terkadang juga tidak. Mereka
menyerahkan sepenuhnya kepada para pembaca untuk mengkritik & meneliti
sanad² serta matannya, lalu membedakan hadist shahih, hasan dan da’if. Contoh :
Imam Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Majjah.
Tahun ke- 300 H ini merupakan zaman keemasan
dalam bidang sejarah (tarikh)
hadist &
pengumpulannya. Pada tahun ini muncul sejumlah besar ulama terkenal bidang
hadist & kritikus hadist.